Kelas Kemampuan Lahan dan Manfaat Tanah Sebagai Lahan Potensial serta Lahan Kritis
Daftar Materi Geografi
Tanah adalah akumulasi tubuh alam yang bebas dan menduduki sebagian besar permukaan bumi. Tanah mampu menumbuhkan tanaman dan memiliki sifat –sifat tertentu, sebagai akibat dari pengaruh iklim dan jasad –jasad hidup yang bertindak terhadap bahan induk dalam keadaan tertentu selama jangka waktu tertentu pula.
Sebagai sumberdaya alam fisik, tanah berperan penting bagi kehidupan manusia, salah satunya adalah fungsi tanah sebagai lahan potensial untuk mendukung kehidupan manusia.
1. Lahan Potensial
Lahan potensial merupakan lahan yang produktif sehingga jika dikelola dengan baik oleh manusia dapat memberikan hasil yang tinggi walaupun dengan biaya pengelolaan yang rendah. Lahan potensial pada umumnya dikaitkan dengan pertanian sehingga lahan ini mempunyai kemampuan untuk lahan produksi.
Letak lahan potensial bervariasi, ada yang berada di dataran rendah, dataran tinggi, daerah pegunungan, atau pantai. Pemanfaatan lahan potensial antara lain untuk pertanian, hutan, perkebunan, atau pemukiman. Keragaman pemanfaatan tersebut sesuai dengan keadaan daerah dan tingkat kebudayaan manusianya.
Lahan potensial merupakan modal dasar dalam upaya meningkatkan kesejahteraan hidup manusia, sehingga harus ditangani secara bijaksana jangan sampai pemanfaatan lahan potensial merusak lingkungan.
a. Potensi Ekonomi Sumbar Daya Lahan
Potensi ekonomi dari sumber daya lahan adalah sebagai berikut.
1) Potensi Ekonomi Sumber Daya Lahan Tanah Humus
Lahan tanah humus sangat subur dan merupakan lahan pertanian yang baik, karena banyak mengandung unsur hara yang diperlukan untuk kehidupan tanaman.
2) Potensi Ekonomi Sumber Daya Lahan Tanah Vulkanis
Tanah vulkanis banyak mengandung unsure –unsur yang diperlukan oleh tumbuh –tumbuhan. Tanah vulkanis sangat subur dan baik untuk pertanian, misalnya padi, kina, kopi, dan teh.
3) Potensi Ekonomi Sumber Daya Lahan Tanah Mergel
Tanah mergel merupakan tanah yang subur, terdapat di daerah lereng pegunungan dan di dataran rendah. Tanah mergel cocok untuk lahan pertanian.
4) Potensi Sumber Daya Lahan Tanah Kapur
Lahan tanah kapur relatif subur untuk pertanian. Lahan ini cocok untuk ditanami hutan jati, palawija, dan tembakau.
b. Upaya Pelestarian Lahan Potensial
Lahan potensial sangat dibutuhkan oleh setiap manusia, oleh karena itu harus dilestarikan. Usaha melestarikan lahan potensial berkaitan erat dengan usaha pengawetan tanah atau pengontrolan erosi. Pada dasarnya usaha pengawetan tanah dibedakan menjadi dua, yaitu dengan metode mekanik dan metode vegetatif.
1) Metode mekanik ialah metode mengawetkan tanah melalui teknik –teknik pengolahan tanah yang dapat memperlambat aliran air.
2) Metode vegetatif ialah metode mengawetkan tanah dengan cara menanam vegetasi pada lahan yang dilestarikan. Metode ini sangat efektif dalam pengontrolan erosi.
Metode pengawetan tanah atau pengontrolan erosi menjadi sangat efektif apabila metode mekanik dipadukan atau dikombinasikan dengan metode vegetatif.
2. Lahan Kritis
Lahan kritis adalah lahan yang tidak produktif. Meskipun dikelola, produktivitas lahan kritis sangat rendah, bahkan dapat terjadi hasil produksi yang diterima jauh lebih sedikit daripada biaya produksinya.
Lahan kritis bersifat tandus, gundul, dan tidak dapat digunakan untuk usaha pertanian, karena tingkat kesuburannya sangat rendah.
a. Penyebab Terjadinya Lahan Kritis
Faktor –faktor yang menyebabkan terjadinya lahan kritis, adalah sebagai berikut.
1) Genangan air yang terus –menerus seperti di daerah pantai dan rawa –rawa.
2) Kekeringan, biasanya terjadi di daerah bayangan hujan.
3) Erosi tanah atau masswasting yang biasanya terjadi di daerah dataran tinggi, pegunungan, dan daerah miring lainnya.
4) Pengelolaan lahan yang kurang memerhatikan aspek –aspek kelestarian lingkungan. Lahan kritis dapat terjadi baik di dataran tinggi, pegunungan, daerah yang miring maupun di dataran rendah.
5) Masuknya material yang dapat bertahan lama ke lahan pertanian, misalnya plastik. Plastik dapat bertahan 200 tahun di dalam tanah sehingga sangat mengganggu kelestarian lahan pertanian.
6) Terjadinya pembekuan air, biasanya terjadi di daerah kutub atau pegunungan yang sangat tinggi.
7) Masuknya zat pencemar (misal pestisida dan limbah pabrik) ke dalam tanah sehingga tanah menjadi tidak subur.
b. Usaha Pelestarian Lahan Kritis
Usaha –usaha yang dapat dilakukan untuk memperbaiki lahan kritis antara lain sebagai berikut.
1) Menghilangkan unsure –unsur yang dapat mengganggu kesuburan lahan pertanian, misalnya plastik. Berkaitan dengan hal ini, proses daur ulang atau recycling sangat diharapkan. Proses daur ulang ini juga dapat menghemat SDA yang tidak dapat diperbarui (non renewable).
2) Penghijauan kembali (reboisasi) daerah yang gundul. Maksud penghijauan adalah menanami lahan yang gundul yang belum pernah menjadi hutan, sedangkan reboisasi adalah menanami lahan gundul yang pernah menjadi hutan.
Jadi pada prinsipnya upaya ini adalah menghutankan daerah –daerah yang gundul, terutama di daerah pegunungan.
3) Melakukan reklamasi lahan bekas pertambangan. Biasanya daerah ini sangat gersang, oleh karena itu harus ditanami jenis tumbuhan yang mampu hidup di daerah tersebut, misalnya pohon mindi.
4) Memanfaatkan tumbuhan eceng gondok guna menurunkan zat pencemar yang ada pada lahan pertanian. Eceng gondok dapat menyerap zat pencemardan dapat dimanfaatkan untuk makanan ikan.
Namun dalam hal ini pengelolaannya harus hati –hati karena eceng gondok sangat mudah berkembang sehingga dapat menganggu lahan pertanian apabila pertumbuhannya tidak terkendali.
5) Pemupukan dengan pupuk organik atau alami yaitu pupuk kandang atau pupuk hijau secara tepat dan terus –menerus.
6) Tindakan yang tegas tetapi bersifat mendidik kepada siapa saja yang melakukan kegiatan yang dapat menyebabkan terjadinya lahan kritis.
7) Pengelolaan wilayah terpadu di wilayah lautan dan daerah aliran sungai (DAS).
8) Pengembangan keanekaragaman hayati dan pola pergiliran tanaman.
3. Kelas Kemampuan Lahan
Tingkat kecocokan pola penggunaan lahan dinamakan Kelas Kemampuan Lahan. Berdasarkan kelas kemampuannya, lahan dikelompokkan dalam delapan kelas. Lahan kelas I sampai IV merupakan lahan yang sesuai bagi usaha pertanian, sedangkan lahan kelas V sampai VIII merupakan lahan yang tidak sesuai untuk usaha pertanian.
Ketidaksesuaian ini bisa jadi karena biaya pengolahannya lebih tinggi dibandingkan hasil yang bisa dicapai. Secara lebih terperinci, kelas –kelas kemampuan lahan dapat dideskripsikan sebagai berikut.
Kelas I
Merupakan lahan dengan ciri tanah datar, butiran tanah agak halus, mudah diolah, sangat responsif terhadap pemupukan, dan memiliki sistem pengaliran air yang baik.
Tanah kelas I sesuai untuk semua jenis penggunaan pertanian tanpa memerlukan usaha pengawetan tanah. Untuk meningkatkan kesuburannya dapat dilakukan pemupukan.
Kelas II
Merupakan lahan dengan ciri lereng landai, butiran tanahnya halus sampai agak kasar. Tanah kelas II agak peka terhadap erosi. Tanah ini sesuai untuk usaha pertanian dengan tindakan pengawetan tanah yang ringan, seperti pengolahan tanah berdasarkan garis ketinggian dan penggunaan pupuk hijau.
Kelas III
Merupakan lahan dengan ciri tanah terletak di daerah yang agak miring dengan sistem pengairan air yang kurang baik. Tanah kelas III sesuai untuk segala jenis usaha pertanian dengan tindakan pengawetan tanah yang khusus seperti pembuatan terasering, pergiliran tanaman, dan sistem penanaman berlajur. Untuk mempertahankan kesuburan tanah perlu pemupukan.
Kelas IV
Merupakan lahan dengan ciri tanah terletak pada wilayah yang miring, sekitar 15% - 30% dengan sistem pengairan yang buruk. Tanah kelas IV ini masih dapat dijadikan lahan pertanian dengan tingkatan pengawetan tanah yang lebih khusus dan lebih berat.
Kelas V
Merupakan lahan dengan ciri terletak di wilayah yang datar atau agak cekung, namun permukaannya banyak mengandung batu dan tanah liat. Karena terdapat di daerah yang cekung maka tanah ini sering kali tergenang air sehingga tingkat keasaman tanahnya tinggi. Tanah ini tidak cocok dijadikan lahan pertanian, tetapi lebih sesuai untuk ditanami rumput atau dihutankan.
Kelas VI
Merupakan lahan dengan ciri ketebalan tanahnya tipis dan terletak di daerah yang agak curam dengan kemiringan lahan sekitar 30% - 45%. Lahan kelas VI ini mudah sekali tererosi sehingga lahan ini pun lebih sesuai untuk dijadikan padang rumput atau dihutankan.
Kelas VII
Merupakan lahan dengan ciri terletak di wilayah yang sangat curam dengan kemiringan antara 45% - 65% dan tanahnya sudah mengalami erosi berat. Tanah ini sama sekali tidak sesuai untuk dijadikan lahan pertanian, namun lebih sesuai ditanami tanaman tahunan (tanaman keras).
Kelas VIII
Merupakan lahan dengan ciri terletak di daerah dengan kemiringan di atas 65%, butiran tanah kasar dan mudah lepas dari induknya. Tanah ini sangat rawan terhadap kerusakan. Karena itu lahan kelas VIII harus dibiarkan secara alamiah tanpa campur tanah manusia, atau dibuat cagar alam.